BOGOR, KOMPAS.com – Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (Sido Muncul) Dr (HC) Irwan Hidayat hadir sebagai pembicara kuliah umum di Fakultas Kedokteran (FK) IPB University, Bogor, Senin (19/5/2025).
Di hadapan mahasiswa dan sivitas akademika, Irwan membawakan kuliah bertajuk "Peran Jamu dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Indonesia: Bukti Empiris dan Ilmiah".
Kuliah umum tersebut menjadi salah satu momen penting yang menjembatani tradisi pengobatan herbal Indonesia dengan pendekatan medis modern.
Dalam pemaparannya, Irwan menceritakan perjalanannya membawa produk Sido Muncul menjadi obat herbal yang teruji secara ilmiah dan terstandardisasi layaknya produk farmasi konvensional.
Ia mengatakan, perjalanan tersebut dimulai pada 1985. Kala itu, ia terinspirasi dari praktik di dunia farmasi untuk mendorong jamu tidak hanya dijual berdasarkan testimoni, tetapi juga mulai dikembangkan secara ilmiah.
Baca juga: Sido Muncul Salurkan Bantuan Senilai Rp 200 Juta untuk 1.000 Duafa
“Kalau (pembuatan) jamu bisa dilakukan, seperti obat farmasi—dengan proses ilmiah dan pabrik bersertifikat—jamu pasti bisa lebih hebat,” katanya, Senin.
Ia pun memilih Tolak Angin sebagai produk utama untuk dilakukan pengujian. Keputusan ini dilandasi tujuan pengembangan jamu yang hanya memperbolehkan memiliki tiga klaim kesehatan, yakni masuk angin, pegal linu, dan panas dalam.
“Dari semua kemungkinan itu, saya memilih fokus ke masuk angin. Karena apa pun sakitnya orang Indonesia, sering dimulai dengan rasa tidak enak badan yang disebut masuk angin,” ujarnya.
Namun, tantangan besar menghadang. Saat itu, pabrik Sido Muncul masih kecil dan jauh dari standar farmasi.
Maka dari itu, langkah awal yang dilakukan adalah menyesuaikan resep jamu dengan referensi-referensi ilmiah dari buku herbal. Hal ini menjadi pondasi untuk membangun sistem produksi jamu berbasis evidence.
Butuh waktu bertahun-tahun hingga Sido Muncul berhasil membangun pabrik jamu berstandar farmasi yang diresmikan Menteri Kesehatan pada 2000.
Menurut Irwan, pabrik tersebut adalah syarat utama jika ingin produk jamu mendapat kepercayaan dari komunitas medis dan masyarakat.
Setelah itu, dilakukan uji toksisitas Tolak Angin bersama Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada 2007. Uji ini dilakukan untuk keamanan konsumen.
“Keputusan itu sangat berat. Kalau hasilnya jelek, kami bisa kehilangan semuanya. Akan tetapi, kami percaya dan uji toksisitas itu terbukti lolos,” kata Irwan.
Baca juga: Berkah Ramadhan, Sido Muncul Bagikan Bantuan Rp 200 Juta untuk 1.000 Anak Yatim Piatu di Jakarta
Hasil uji itu menunjukkan bahwa Tolak Angin terbukti aman dan tidak menyebabkan kerusakan organ serta gangguan hormon.
Langkah selanjutnya adalah uji khasiat klinis bersama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) pada 2010. Saat itu, tim riset menghadapi tantangan terkait definisi masuk angin.
“Waktu ditanya, masuk angin itu apa? Kami bingung. Akhirnya tim kami sendiri yang mendefinisikan masuk angin sebagai gejala awal penurunan daya tahan tubuh,” ungkapnya.
Hasil uji klinis menunjukkan bahwa Tolak Angin mampu meningkatkan jumlah sel T, salah satu indikator penguatan daya tahan tubuh.
Temuan itu pun menjadi landasan kuat untuk mengomunikasikan jamu sebagai produk yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dengan bukti klinis di tangan, Irwan memutuskan untuk mengubah cara komunikasi produknya ke masyarakat. Ia ingin meninggalkan pendekatan lama yang hanya mengandalkan testimoni pengguna.
Baca juga: Sido Muncul Semai Asa Baru bagi 170 Anak Stunting di Jonggol
“Kami mulai berpikir, bagaimana memenangkan akal dan hati konsumen. Akalnya kami yakinkan lewat uji klinis, hatinya lewat tagline: Orang Pintar Minum Tolak Angin,” jelas Irwan.
Menurutnya, semua orang ingin dianggap pintar. Maka, pilihan tagline itu menjadi jembatan psikologis antara produk dan konsumen. Strategi ini terbukti berhasil mengubah persepsi jamu dari sesuatu yang tradisional menjadi rasional.
Seiring waktu, Irwan menyadari bahwa tantangan terbesar bukan pada masyarakat umum, melainkan pada komunitas medis.
“Pabrik farmasi punya partner dokter, tapi jamu belum punya. (Sementara) saya ingin dokter juga percaya pada jamu,” ucapnya.
Ia pun mulai mendekati para dokter dan mengajak mereka berdialog. Salah satu titik baliknya adalah ketika farmakolog senior Prof Iwan Darmansjah bersama empat guru besar mengunjungi pabrik Sido Muncul di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Baca juga: Gelar Seminar di RSU Bunda Margonda, Sido Muncul Angkat Potensi Jamu untuk Kesehatan Holistik
“Saya presentasi (tentang produksi jamu berbasis ilmiah) dari pagi sampai sore. Besoknya Prof Iwan kirim SMS, I learned so much from you. Itu membuat saya percaya diri,” kenang Irwan.
Sejak itu, Irwan rutin menjadi pembicara di fakultas kedokteran untuk mensosialisasikan peran jamu sebagai pendukung upaya kesehatan serta pendamping obat kimia dengan kegunaan dan takaran yang tepat. Di FK IPB, ia mencatatkan kuliah ke-53 di lingkungan medis.
“Kalau saya bisa 53 kali bicara di FK, berarti jamu sudah mendapat tempat di hati para dokter,” tambahnya.
Irwan juga menjelaskan bahwa Sido Muncul kini telah mengembangkan produk tunggal berbasis herbal, seperti temulawak, kunyit, kulit manggis, hingga sambiloto. Masing-masing produk telah distandarkan kandungan zat aktifnya. Misalnya, kadar kurkumin dalam kunyit.
“Dokter nanti tinggal membaca datanya. Kami buat literature review, hasil pengujian, dan standarisasi untuk setiap produk,” kata Irwan.
Baca juga: Gandeng IDI, Sido Muncul Sosialisasikan Peran Jamu dalam Dunia Kedokteran di Bandung
Produk-produk itu, katanya, telah melalui berbagai pengujian, seperti pestisida, aflatoksin, logam berat, hingga DNA barcode untuk memastikan kemurnian bahan.
Irwan berharap, dokter-dokter lulusan IPB bisa menjadi bagian dari proses penyembuhan yang lebih kontekstual dengan memanfaatkan kekayaan hayati Indonesia.
Wakil Rektor IPB Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Prof drh Deni Noviana, PhD, DAiCVIM, menyambut baik kehadiran Irwan dan tim Sido Muncul di IPB. Menurutnya, pihaknya sangat terbuka terhadap kolaborasi dengan dunia industri, termasuk Sido Muncul.
“Fakultas Kedokteran IPB baru berjalan dua tahun. Kami punya ciri khas, yaitu pendekatan pada kedokteran herbal. Kerja sama seperti ini akan menguatkan misi kami,” katanya.
Ia menambahkan bahwa bentuk kolaborasi bisa mencakup tiga ranah yang sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, riset, dan pengabdian masyarakat.
“Misalnya, mahasiswa kami bisa magang di Sido Muncul. Riset bisa dikembangkan bersama. Lalu, tentu saja, pengabdian masyarakat bisa dijalankan melalui edukasi herbal di komunitas,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan FK IPB, Dr dr Ivan Rizal Sini, GDRM, MMIS, FRANZCOG, SpOG, menyatakan bahwa kehadiran Irwan dan Sido Muncul membawa inspirasi nyata bagi misi FK IPB yang berbasis kepada komunitas.
“Kami ingin mencetak dokter yang bukan hanya klinisi, tapi juga punya kedekatan dengan masyarakat. Di daerah terpencil, masyarakat tidak punya akses obat konvensional. Jamu bisa menjadi solusi yang ilmiah dan terjangkau,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Irwan menyampaikan bahwa pabrik Sido Muncul kini dikunjungi lebih dari 6.000 orang setiap bulannya termasuk mahasiswa, peneliti, dan praktisi kesehatan.
Sido Muncul pun, imbuhnya, memiliki fasilitas pendukung riset dan penelitian yang lengkap. Oleh karena itu, ia juga menyambut baik kerja sama antara pihkanya dengan IPB.
“Tanaman obat itu bukan cuma warisan nenek moyang. Di baliknya ada rahasia penyembuhan. Kita harus gali, riset, dan kembangkan bersama,” tegasnya.
Menjelang akhir kuliah umum, Irwan menyampaikan pesan personal kepada mahasiswa. Ia mengisahkan bahwa dirinya pernah menderita malaria, TBC, ginjal, hipertensi, hingga insomnia.
“Saya pernah dirawat setahun penuh. Itu yang membuat saya punya empati pada orang sakit,” ungkapnya.
Menurutnya, dokter tidak hanya butuh kecerdasan, tetapi juga akal budi agar bisa berempati terhadap sesama, termasuk para pasien mereka kelak.
“Manusia diberi Tuhan dua hal, yakni intelegensi dan akal budi. Kalau kamu hanya pintar, kamu belum cukup. (Kamu) harus pakai akal budi,” katanya.
Irwan menekankan bahwa dokter yang empatik, penuh cinta kasih, dan memahami konteks pasien akan lebih dipercaya dan bermanfaat.
Baca juga: Donasikan Rp 260 Juta, Kuku Bima Sido Muncul Gelar Operasi Bibir Sumbing di Lebak
Pemaparan dan pesan yang disampaikan Irwan tersebut pun disambut positif oleh para mahasiswa FK IPB peserta kuliah umum.
Salah satunya adalah Daryl Aiman Musyffa, mahasiswa IPB angkatan 60. Ia mengatakan, sebagai mahasiswa kedokteran, kuliah umum itu membuka wawasannya, terutama terkait standardisasi jamu dan herbal untuk pengobatan.
“Selain itu, saya juga belajar bahwa dokter, harus berempati dan memperlakukan pasien dengan cara yang diinginkan orang lain memperlakukan kita,” ungkapnya.
Sementara itu, mahasiswa FK IPB lain, Tarisha Najma, mengungkapkan apresiasinya atas kuliah umum yang diberikan Irwan dan Sido Muncul.
Menurutnya, pemaparan Irwan dapat membuka wawasannya tentang kedokteran herbal, khususnya jamu, yang tidak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga punya potensi nyata di dunia kedokteran modern.
“Hal ini memotivasi kami untuk terus mengembangkan bidang (pengobatan) jamu agar tradisi berharga ini tidak hilang,” katanya.
Apalagi, kata Tarisha, pemanfaatan obat herbal berguna untuk menjaga kebugaran dan bisa digunakan jangka panjang karena minim efek samping, serta bisa dikonsumsi dari usia muda sampai lanjut usia.